Penyesalan didalam perpisahan
Kesalahan di Dalam Perpisahan
Di trotoar basah kota, di bawah selimut gelap malam,
Bukan hanya hujan yang deras, tapi penyesalan yang mendalam.
Aku berdiri sendirian, terhuyung dalam hening,
Menengadah ke langit, biarkan tetes membasuh kering.
Setiap bulir air jatuh, seolah jutaan kenangan terpapar,
Membawa kembali serpihan kisah yang kini telah pudar.
Kita duduk berhadapan, dua jiwa yang dulu terjalin,
Membicarakan sebuah akhir, seolah kita paling yakin.
Setiap argumen dipertajam, seolah ada yang harus menang,
Masing-masing menyusun alasan, mengabaikan hati yang bimbang.
Kita lupa mendengar, lupa menatap mata yang bertanya,
Menukar janji abadi dengan kata-kata yang penuh duka.
Terlalu banyak yang tak terucap, terlalu banyak yang disimpan,
Hingga ruang di antara kita terasa semakin sempit, mencekam.
Kesalahan kita, kasih, bukan pada takdir yang terjal,
Bukan pada jarak yang membentang atau impian yang gagal.
Bukan pada perbedaan yang perlahan muncul di tengah jalan,
Tapi pada cara kita memilih untuk mengakhiri perjalanan.
Kesalahan terbesar adalah cara kita melepas genggaman,
Dengan ego yang membatu, tanpa sisa belas kasih dan kelembutan.
Kita biarkan kebanggaan meracuni setiap sudut hati,
Seolah mengakui kerapuhan adalah sebuah kekalahan sejati.
Kita membiarkan amarah menjadi nahkoda bisu di malam kelam,
Mengirimkan kata-kata tajam yang menusuk jauh ke dalam.
Setiap kalimat dilontarkan, penuh tuduhan dan luka lama,
Menghancurkan jembatan yang dulu kita bangun bersama.
Kita menutup pintu maaf, mengunci rapat ruang untuk mengerti,
Menganggap diam adalah solusi, padahal itu hanya melukai.
Seharusnya ada kehangatan, meskipun harus melepaskan,
Bukan dinginnya dinding yang kini tak bisa ditembus perasaan.
Kini, hujan ini saksi bisu, pantulan di genangan bercerita,
Bahwa perpisahan yang sejati, seharusnya tanpa dusta.
Seharusnya ada pelukan terakhir yang erat, tulus dan dalam,
Ungkapan terima kasih untuk setiap suka dan duka yang kita alami.
Bukan punggung yang membelakangi, bukan janji yang terengap di udara,
Bukan kenangan indah yang kini terasa pahit, penuh lara.
Kita terlalu sibuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar,
Hingga lupa bahwa yang paling berharga adalah hati yang sabar.
Kesalahan di dalam perpisahan ini adalah kita,
Dua insan yang memilih jalan sepi, menolak sisa-sisa cinta.
Yang membiarkan kebisuan menjadi benteng yang kokoh tak tergoyahkan,
Membakar jembatan komunikasi, meninggalkan puing-puing kenangan.
Dan kini, di tengah badai yang membasahi raga dan jiwa, aku baru menyadari,
Perpisahan terberat adalah yang tidak kita hadapi dengan hati nurani.
Yang tidak kita resapi dengan ketulusan, dan akhirnya,
Hanya meninggalkan luka yang tak kunjung sembuh selamanya.
Komentar